Senin, 15 Januari 2018

Kesenian Tarling. Sumber: kabar cirebon
Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa Barat (Indramayu-Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama pendek. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong.
Awal perkembangan tarling tidak jelas. Namun demikian, pada tahun 1950-an musik serupa tarling telah disiarkan oleh RRI Cirebon dalam acara "Irama Kota Udang", dan menjadikannya populer. Pada tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling" dan mulai masuk unsur-unsur drama.
Semenjak meluasnya popularitas dangdut pada tahun 1980-an, kesenian tarling terdesak. Ini memaksa para seniman tarling memasukkan unsur-unsur dangdut dalam pertunjukan mereka, dan hasil percampuran ini dijuluki tarling-dangdut (atau tarlingdut). Selanjutnya, akibat tuntutan konsumennya sendiri, lagu-lagu tarling di campur dengan perangkat musik elektronik sehingga terbentuk grup-grup organ tunggal tarling organ. Pada saat ini, tarling sudah sangat jarang dipertunjukkan dan tidak lagi populer. Tarling dangdut lebih tepat disebut dangdut Cirebon.
Sejarah Tarling Cirebonan

Kesenian Tarling. Sumber: radar cirebon
Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara (pantura), terutama Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, kesenian tarling telah begitu akrab. Alunan bunyi yang dihasilkan dari alat musik gitar dan suling, seolah mampu menghilangkan beratnya beban hidup yang menghimpit. Lirik lagu maupun kisah yang diceritakan di dalamnya, juga mampu memberikan pesan moral yang mencerahkan dan menghibur.
Meski telah begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat, tak banyak yang mengetahui bagaimana asal-usul terciptanya tarling. Selain itu, tak juga diketahui dari mana sebenarnya kesenian tarling itu terlahir.
Namun yang pasti, tarling merupakan kesenian yang lahir di tengah rakyat pantura, dan bukan kesenian yang 'istana sentris'. Karenanya, tarling terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak terikat ritme serta tatanan tertentu sebagaimana seni yang lahir di tengah 'istana'.
Melodi Kota Ayu dan Melodi Kota Udang
Sebelum 'resmi' bernama tarling, kesenian ini dikenal dengan sebutan 'melodi kota ayu' di Kabupaten Indramayu, dan 'melodi kota udang' di Cirebon. Pada 17 Agustus 1962, ketua Badan Pemerintah Harian (BPH, sekarang DPRD) Kabupaten Cirebon, menyebut kesenian itu dengan sebutan tarling.
Nama tarling itu diidentikkan dengan asal kata 'itar' (gitar dalam bahasa Indonesia) dan suling (seruling). Versi lain pun mengatakan bahwa tarling mengandung filosofi 'yen wis mlatar kudu eling'' (jika sudah berbuat negatif, maka harus bertaubat).
Salah seorang tokoh seni asal Kabupaten Indramayu, Supali Kasim, membuat catatan tersendiri soal tarling dalam bukunya yang berjudul Tarling, Migrasi Bunyi dari Gamelan ke Gitar-Suling. Dalam buku itu dia menuturkan, asal tarling mulai muncul sekitar tahun 1931 di Desa Kepandean, Kecamatan / Kabupaten Indramayu. Saat itu, ada seorang komisaris Belanda yang meminta tolong kepada warga setempat yang bernama Mang Sakim, untuk memperbaiki gitar miliknya. Mang Sakim waktu itu dikenal sebagai ahli gamelan.
Usai diperbaiki, sang komisaris Belanda itu ternyata tak jua mengambil kembali gitarnya. Kesempatan itu akhirnya dipergunakan Mang Sakim untuk mempelajari nada-nada gitar, dan membandingkannya dengan nada-nada pentatonis gamelan.
Hal itupun dilakukan oleh anak Mang Sakim yang bernama Sugra. Bahkan, Sugra kemudian membuat eksperimen dengan memindahkan nada-nada pentatonis gamelan ke dawai-dawai gitar yang bernada diatonis.
Karenanya, tembang-tembang (kiser) Dermayonan dan Cerbonan yang biasanya diiringi gamelan, bisa menjadi indah dengan iringan petikan gitar. "Keindahan itupun semakin lengkap setelah petikan dawai gitar diiringi dengan suling bambu yang mendayu-dayu," ujar Supali.
Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikan kiser Dermayonan dan Cerbonan itu pun mulai mewabah sekitar dekade 1930-an. Kala itu, anak-anak muda di berbagai pelosok desa di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, menerimanya sebagai suatu gaya hidup.
Bahkan pada 1935, alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak sabun yang berfungsi sebagai kendang, dan kendi sebagai gong. Kemudian pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat musik lain berupa baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi.
Sugra dan teman-temannya pun sering diundang untuk manggung di pesta-pesta hajatan, meski tanpa honor. Biasanya, panggung itu pun hanya berupa tikar yang diterangi lampu patromak (saat malam hari).
Tak berhenti sampai di situ, Sugra pun melengkapi pertunjukkan tarlingnya dengan pergelaran drama. Adapun drama yang disampaikannya itu berkisah tentang kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah masyarakat. Akhirnya, lahirlah lakon-lakon seperti Saida-Saeni, Pegat Balen, maupun Lair Batin yang begitu melegenda hingga kini. Bahkan, lakon Saida-Saeni yang berakhir tragis, selalu menguras air mata para penontonnya.
Tak hanya Sugra, di Kabupaten Indramayu pun muncul sederet nama yang melambungkan tarling hingga ke berbagai pelosok daerah. Di antara nama itu adalah Jayana, Raden Sulam, Carinih, Yayah Kamsiyah, Hj Dariah, dan Dadang Darniyah. Pada dekade 1950-an, di Kabupaten Cirebon muncul tokoh tarlig bernama Uci Sanusi.
Kemudian pada dekade 1960-an, muncul tokoh lain dalam blantika kesenian tarling, yakni Abdul Ajib yang berasal dari Desa Buyut, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, dan Sunarto Marta Atmaja, asal Desa Jemaras, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon.
Seni tarling saat ini memang telah hampir punah. "Namun, tarling selamanya tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir pantura Dermayon dan Cerbon," tandas Supali.
Sumber: wisatadanbudaya

5 Jenis Tari Topeng Cirebon yang Kian Langka


Tari Topeng 
Seperti berbagai daerah di Nusantara, Cirebon juga memiliki tarian tradisional yakni, Tari Topeng, yang memiliki berbagai jenis dengan keunikan dan makna masing-masing.
" Tari topeng itu simbol perjalanan hidup manusia sebenarnya, jadi jenis-jenisnya itu maknanya perjalanan hidup," ujar Fitria Leonita, pemilik sekaligus pelatih sanggar Chandra Kirana, Cirebon, Jumat (22/12/2017).
Fitria menambahkan kini tarian tersebut sulit ditemukan. Hanya beberapa lokasi dan acara ang masih menyemarakkan beberapa tarian tradisional Cirebon tersebut.
Regina (26), salah satu penari Cirebon, dalam kesempatan yang sama berharap generasi sekarang masih mengerti akan tarian-tarian tradisional daerahnya.
Keduanya mengakui, Cirebon sendiri dalam tari topeng banyak jenis yang menarik untuk dipelajari. Dalam sekali pentas tari topeng Cirebon, memakan waktu kurang lebih 20 menit.
Tiga Topeng Kelana, untuk tarian topeng khas Cirebon, yang mulai langka

Berikut ragam jenis tari topeng Cirebon, yang mulai langka:
1.Tari Topeng Panji
Tarian jenis yang melambangkan kesucian anak yang baru lahir. Motif topengnya berwarna putih bersih, hanya ada mata, hidung, dan mulut, tidak ada guratan lain.
Gerakan tari jenis ini masih sangat sederhana, hanya “adeg-adeg”, menggunakan baju dan atribut serba putih.
2.Tari Topeng Samba
Jenis tarian ini melambangkan perkembangan balita dan kelincahan manusia di masa kanak-kanak. Gerakan mulai genit, lincah, dan lucu tetapi, kurang luwes atau masih ragu.
Wujud topengnya sudah mulai ada goretan, warnanya pink keputihan. Untuk kostum sendiri berwarna hijau daun.
3.Tari Topeng Rumyang
Tari topeng ini punya ukiran sederhana, dengan warna dasar merah muda.
Tarian ini memiliki makna remaja yang sudah mulai mencari jati dirinya. Akan tetapi dari gerakannya yang “labil”, dengan pengulangan-pengulangan.
4.Tarian Topeng Tumenggung
Tarian ini menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan menemukan jati dirinya. Sikapnya tegas, berkepribadian, bertanggung jawab dan memiliki jiwa korsa yang paripurna.
Topeng berkumis, dengan banyak guratan yang berwibawa kostum penari berwarna hitam, yang bias bijak menyesuaikan dengan warna mana pun, seperti makna sikapnya.
Dalam struktur kerja, tumenggung merupakan patih atau pangilma perang.
5.Tari Topeng Kelana
Memiliki ukiran topeng yang paling rumit, juga banyak ikatannya di atas topeng. Topeng dan kostume penari berwarna merah.
Tariannya agresif dan energic karena merupakan akumulasi gerak dari semua tari topeng. Tarian ini melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia.


Dikutip dari : www.kompas.com