Cirebonmedia.com- Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan budaya yang sangat kental dan beragam, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa, kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Seperti wayang sebagai salah satu kebudayaan yang menggambarkan kehidupan masyarakat lengkap dengan tokoh antagonis dan protagonis sebagai simbol perwujudan sifat-sifat manusia di dunia.
Wayang merupakan seni budaya asli bangsa Indonesia khususnya di pulau jawa yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Sebagai salah satu ciri khas kebudayaan di tanah jawa, wayang memiliki salah satu tokoh legenda yaitu ”Semar” yang dalam lakonnya memiliki sifat-sifat baik yang dapat dicontoh oleh manusia untuk menjalani hidup dengan selalu taat kepada sang pencipta serta selalu berada di jalan yang lurus. Hal tersebut masih terjaga sampai sekarang. Semar dalam bahasa Jawa disebut “Badranaya” Bebadra = Membangun sarana dari dasar, Naya = Nayaka = Utusan mangrasul. Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia.
Semar memiliki beberapa ciri yaitu, Semar berkuncung seperti kanak-kanak,namun juga berwajah sangat tua, semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan, semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa, semar berprofil berdiri sekaligus jongkok dan semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekuensi atas nasehatnya.
Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439. Adapun dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kayangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Bisa dikatakan Seolah-olah semar merupakan simbol penggambaran jagad raya. Bentuk fisik serta sifat dasar semar seakan sebuah penggambaran dunia yang ditanamkan pada seorang tokoh pewayangan yang bertujuan membangun sifat baik pada diri manusia melalui pagelaran budaya wayang yang dipentaskan.
Image By: Google.com
Sumber : Cirebon Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar